Senin, 30 Maret 2015

Cara Membuka Blokir Situs Islam

Dari bu fahira : Tutorial Buka Situs Islam Yang Diblokir

HP Android Anda tidak bisa buka situs-situs berita Islam yang sedang
diblokir oleh musuh-musuh Islam?

Tidak usah panik karena khawatir ketinggalan berita Islam...!

Kabar gembira bagi pengguna Android...

Situs-situs tersebut hakikatnya tidak ditutup, tapi hanya diblokir oleh
operator penyedia layanan internet atas permintaan musuh-musuh Islam
akibatnya akses masyarakat ke situs-situs tersebut diblokir sehingga
situs-situs tersebut tidak bisa diakses.

Bagaimana solusinya? Di HP Android Anda masing-masing ada solusinya!!!
Silahkan install aplikasi VPN Master(Free unblock proxy) di HP Android
Anda cukup dengan klik link berikut:

https://play.google.com/store/apps/details?id=free.vpn.unblock.proxy.vpnmaster

Setelah terinstall,

1. Jalankan aplikasi.
2. Tekan tombol lingkaran yang bertuliskan "Touch to connect"
3. Centang kotak disebelah tulisan "Saya mempercayai aplikasi ini."
4. Tekan tombol OK.
5. Ditunggu hingga proses setting selesai.
6. Tombol lingkaran berubah tulisan menjadi "Connected".
7. Keluar dari aplikasi dan pastikan di bagian atas layar Android Anda
ada gambar kunci.
8. Silahkan dibuka lagi situs-situs berita Islam yang diblokir.

Bagi pengguna komputer Windows atau Linux silahkan download "Tor
Browser" di: https://www.torproject.org

Tinggal download saja dan diekstrak, tanpa harus diinstall.

Raihlah amal shalih dengan menyebarkan tutorial ini....
👆 Dari tetangga Baru 😁

Sabtu, 28 Maret 2015

Nikmat Waktu

Cokelat Enteng Jodoh

Hadiah ini di berikan dokter saya sebagai oleh-oleh suaminya dari bali. Tapi entahlah apa maksudnya. Barangkali dengan mengkonsumsi cokelat ini diharapkan saya segera menemukan jodoh mungkin hehehe.

Mengenai jodoh biarlah Allah yang menentukan segalanya. Saya hanya berharap yang terbaik. Bukan yang tercepat. Semua sudah Allah takdirkan.

Aku

Aku
Dalam rupa palsu
Perayu
Penipu
Ambisi nafsu

Aku
Manusia
Terhina

Aku
Tak ada yang memahamiku

(Dungkek, 29-03-15)

Jumat, 27 Maret 2015

KEBANGKITAN ISLAM ATAU KEBANGKRUTAN ISLAM?


Oleh: Dr Adian Husaini


Prof. Azyumardi Azra, Rektor Universitvvas Islam Negeri (UIN) Jakarta, menulis satu di kolom Resonansi, di Harian Republika, berjudul Memahami Kebangkitan Islam. Kolom ini perlu kita cermati karena memuat banyak hal yang perlu diklarifikasi. Sejumlah istilah yang digunakan Azyumardi memiliki makna yang rancu dan menunjukkan kuatnya hegemoni Barat dalam kajian tentang Islam, umat Islam, dan dunia Islam. Sehingga, ilmuwan sekaliber Prof. Azyumardi Azra (AA) harus menelan mentah-mentah istilah dan sekaligus wacana yang dijejalkan oleh Barat ke dunia Islam. Karena itu, muncul paradoks, bahwa sesuatu yang mestinya diprihatinkan, justru dibangga-banggakan.  

Tulisan AA diawali dengan cerita, bahwa pada Hari Selasa (30/11/2004) ia didatangi setidaknya oleh tiga kalangan pejabat tinggi dari negara-negara Barat. Seperti banyak tamu lainnya, mereka mengajak AA berdiskusi sejak dari perkembangan dan dinamika Islam, politik Indonesia pascapilpres dan terbentuknya pemerintah baru, sampai pada kemungkinan keterlibatan NGO dalam persidangan CGI yang akan datang di Jakarta. Berikut ini kutipan tulisan AA lebih lengkapnya:   Seperti biasa juga, pertanyaan-pertanyaan paling rinci dari mereka adalah tentang dinamika Islam, baik dalam bidang politik maupun sosial-keagamaan. Misalnya saja, apakah pemerintahan Presiden SBY dan Wapres Jusuf Kalla mampu bersikap lebih tegas terhadap kelompok-kelompok radikal; atau, pada segi lain, bisa mendapat tekanan-tekanan tertentu dari kekuatan-kekuatan politik Islam mainstream yang, pada gilirannya, dapat mengubah lanskap politik di negeri ini.  

Tentu saja sangat sulit menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti itu, yang sering didasari kerangka hipotetis belaka daripada gejala aktual yang terjadi. Pada segi sosial keagamaan, pertanyaan yang mereka ajukan, juga masih seperti dulu; apakah gejala ''kebangkitan Islam'' yang berlangsung dalam satu atau dua dasawarsa terakhir ini akan mengubah lanskap sosial-keagamaan dan politik di Indonesia. Apa yang mereka sebut sebagai ''kebangkitan Islam'' adalah meningkatnya pemakaian jilbab di kalangan wanita, adanya suara-suara dan aspirasi di kalangan Muslim untuk penegakan ''syariah'', dan bertahannya lembaga-lembaga pendidikan Islam, khususnya madrasah dan pesantren.

 Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan seperti ini juga tidak mudah. Tetapi, biasanya saya menjawab, tidak ada yang perlu dikhawatirkan dengan semua gejala yang disebut sebagai ''Islamic revival'' tersebut. Memang, semakin banyak Muslim yang kian rajin beribadah, dan juga semakin banyak wanita yang menggunakan jilbab. Tetapi, parpol-parpol Islam tetap gagal meraih suara terbanyak dalam pemilu.

Jadi, peningkatan kesalehan keagamaan tidak merupakan garis lurus.   Karena itulah pendapat Giora Eliraz, guru besar Hebrew University Yerusalem dan dosen tamu pada Australian National University, dalam buku yang baru saja beredar dan selesai saya baca, Islam in Indonesia: Modernism, Radicalism, and the Middle East Dimension (Brighton: Sussex Academic Press, 2004) menjadi sangat menarik. Menurut Eliraz, watak kebangkitan Islam di Indonesia adalah unik, terutama jika dibandingkan dengan Islam di Timur Tengah. Jika di Timur Tengah umumnya ''kebangkitan Islam'' itu ditandai dengan peningkatan kesalehan dan konservatisme berbarengan dengan penguatan Islam politik dengan ideologi fundamentalis dan bahkan militansi dan radikalisme-- maka ''kebangkitan Islam'' di Indonesia ditandai dengan peningkatan toleransi dan penerimaan yang kian meluas atas gagasan-gagasan dasar tentang pluralisme keagamaan.   Demikian kutipan tulisan AA dalam Harian Republika tersebut.  

Dari tulisan itu, kita bisa menangkap cerita faktual, bahwa mitos tentang ancaman Islam (Islamic Threat) di kalangan pemimpin-pemimpin dan tokoh-tokoh Kristen-Yahudi masih hidup subur. Meskipun negara-negara Barat saat ini memiliki kekuatan yang dahsyat dalam berbagai bidang kehidupan  politik, ekonomi, militer, informasi, pemikiran, pendidikan, dan sebagainya  ternyata mental ketakutan itu masih saja hidup subur. Akar-akar ketakutan terhadap Islam memang sangat mendalam di Barat. Edward Gibbon, misalnya, dalam buku terkenalnya, The Decline and Fall of The Roman Empire, (New York: The Modern Library, 1974, III:56) membuat mitos populer tentang ancaman Islam, bahwa Nabi Muhammad  dengan masing-masing tangannya memegang al-Quran dan pedang mendirikan kekuasaannya di atas reruntuhan Kristen. (Mohammed, with the sword in one hand and the Koran in the other, erected his throne on the ruins of Christianity and of Rome).   Buku John L. Esposito, The Islamic Threat, Myth or Reality, (New York: Oxford University Press, 1993), menggambarkan fenomena ketakutan itu di kalangan masyarakat Barat. Dalam sejarahnya yang panjang, mitos tentang ancaman Islam di kalangan masyarakat Kristen juga sudah digambarkan dengan baik oleh Norman Daniel, Islam and The West: The Making of an Image, (Oxford:Oneworld Publications, 1997). David R. Blank, dalam sebuah tulisannya berjudul Western Views of Islam in the Premodern Period mencatat bahwa meskipun secara keseluruhan tidak ada bukti kuat antara sikap prejudis terhadap Islam antara zaman pra-modern dengan zaman modern, namun ada garis-garis pemikiran tertentu yang terus berlanjut, yang mencitrakan Islam sebagai kafir raksasa (gigantic heresy), seperti garis pemikiran Peter the Vunerable  Raymund Lull-Martin LutherSamuel Zwemmer.   Zwemmer adalah misionaris Kristen terkenal. Martin Luther, sebagaimana banyak pendeta Kristen di zaman itu, percaya bahwa kaum Muslim (yang disebut dengan istilah Turks) adalah masyarakat yang dikutuk oleh Tuhan (The Turks are the people of the wrath of God).  

Kita masih ingat, bahwa Paus Urbanus II, ketika memprovokasi Perang Salib juga menyatakan, bahwa kaum Muslim adalah monster jahat yang tidak bertuhan. Membunuh makhluk semacam itu merupakan tindakan suci dan kewajiban kaum Kristen. (Killing these godless monsters was a holy act).   Di masa lalu, ketakutan terhadap kekuatan Islam memang beralasan, sebab memang hanya peradaban Islam yang mampu menaklukkan Kristen Eropa selama ratusan tahun. Tetapi, sekarang? Jelas-jelas kaum Muslim terpecah belah, dan terus-menerus dalam kondisi dilemahkan. Namun, toh, orang-orang Barat, seperti yang datang ke AA itu, tetap saja melihat Islam sebagai momok. Bagaimana menghadapi kaum yang hidup dalam mitos atau paranoid semacam ini?  

Pada satu sisi, ketakutan Barat itu menunjukkan, bahwa memang Islam  bagaimana pun kondisinya  tidak dipandang sebelah mata. Kaum Muslim tetap diperhitungkan. Seyogyanya, kaum Muslim melakukan instrospeksi atas kondisinya dan tidak terlalu menunjukkan sikap cari muka terhadap Barat.  

Dalam beberapa aspek, nuansa cari muka itu tampak pada tulisan AA. Misalnya, karena begitu takutnya Barat pada Islam politik, maka banyak cendekiawan yang ikut-ikutan membenci Islam politik. Menurut mereka, Islam harus dijauhkan dari kekuasaan. Penguasa kolonial Belanda dulu -- atas nasehat Snouck Hurgronje  membagi masalah Islam ke dalam tiga ketegori: (1) bidang agama murni dan ibadah, (2) bidang sosial kemasyarakatan, (3) bidang politik. Masing-masing bidang mendapat perlakuan yang berbeda. Resep Snouck Hurgronje inilah yang dikenal sebagai Islam Politiek, atau kebijakan pemerintah kolonial untuk menangani masalah Islam di Indonesia.   Dalam bidang agama murni atau ibadah, pemerintah kolonial pada dasarnya memberikan kemerdekaan kepada umat Islam untuk melaksanakan ajaran agamanya, sepanjang tidak mengganggu kekuasaan pemerintah Belanda. Dalam bidang kemasyarakatan, pemerintah memanfaatkan adat kebiasaan yang berlaku dengan cara menggalakkan rakyat agar mendekati Belanda, dan bahkan membantu rakyat menempuh jalan tersebut. Dan dalam bidang politik, pemerintah harus mencegah setiap usaha yang akan membawa rakyat kepada fanatisme dan Pan-Islam.   Jawaban AA terhadap orang-orang Barat, Tetapi, biasanya saya menjawab, tidak ada yang perlu dikhawatirkan dengan semua gejala yang disebut sebagai ''Islamic revival'' tersebut. Memang, semakin banyak Muslim yang kian rajin beribadah, dan juga semakin banyak wanita yang menggunakan jilbab. Tetapi, parpol-parpol Islam tetap gagal meraih suara terbanyak dalam pemilu. Jadi, peningkatan kesalehan keagamaan tidak merupakan garis lurus.  

Cara pandang seperti itu sebenarnya aneh, untuk seorang ilmuwan yang sering berbicara tentang demokrasi seperti AA. Seolah-olah kekalahan parpol Islam atas Golkar dan PDIP patut disyukuri demi untuk menghibur dan menyenangkan hati (cari muka) terhadap Barat. Lebih aneh lagi, jika kita telaah pandangan AA terhadap sebuah buku yang ditulis Giora Eliraz, guru besar Hebrew University Yerusalem dan dosen tamu pada Australian National University. Buku itu berjudul Islam in Indonesia: Modernism, Radicalism, and the Middle East Dimension (Brighton: Sussex Academic Press, 2004).

 Menurut Eliraz, watak kebangkitan Islam di Indonesia adalah unik, terutama jika dibandingkan dengan Islam di Timur Tengah. Jika di Timur Tengah umumnya ''kebangkitan Islam'' itu ditandai dengan peningkatan kesalehan dan konservatisme berbarengan dengan penguatan Islam politik dengan ideologi fundamentalis dan bahkan militansi dan radikalisme-- maka ''kebangkitan Islam'' di Indonesia ditandai dengan peningkatan toleransi dan penerimaan yang kian meluas atas gagasan-gagasan dasar tentang pluralisme keagamaan.   Jika dicermati, pendapat ilmuwan dari Hebrew University yang dipuji oleh AA itu mengandung sejumlah kerancuan ilmiah dan racun pembunuh pemikiran. Dengan bahasa yang halus, umat Islam di Indonesia dipuji-puji, lebih hebat, lebih bagus, dan lebih menyenangkan Barat, karena tidak radikal, tidak militan, tidak fundamentalis. Tanpa sadar, dengan ungkapan semacam itu, sebenarnya kita telah dipecah belah, masuk dalam politik belah bambu, satu diinjak, satu diangkat. Dengan bahasa yang sederhana, menurut ilmuwan dari Israel itu, kebangkitan Islam di Timur Tengah jelek dan jahat, berbeda dengan kebangkitan Islam di Indonesia. Dengan memberikan stigma negatif terhadap wajah Islam Timur Tengah semacam itu, dampak berikutnya adalah munculnya sikap negatif terhadap saudara-saudara kita Muslim di Timur Tengah, sehingga memudahkan untuk memindahkan kiblat pemikiran Islam ke Barat.  

Deskripsi ilmuwan dari Israel itu juga memberi gambaran yang mengerikan tentang Islam politik, seperti Snouck Hurgronje dulu. Ironisnya, ketakutan semacam ini disebarluaskan oleh sebagian ilmuwan di kalangan Muslim. Hal lain yang ditelan mentah-mentah oleh AA adalah istilah dan wacana tentang fundamentalisme dan radikalisme yang juga tidak lepas dari agenda Barat dalam mencitrakan Islam sebagai momok dan musuh baru pasca Perang Dingin. Buku-buku tentang masalah ini sangat melimpah ruah, bagaimana wacana ini terus digulirkan untuk mengacaukan persepsi kaum Muslim dan dunia internasional. Apalagi ketika wacana fundamentalisme, radikalisme, militan, dikaitkan dengan terorisme.  

Kita patut mencermati ungkapan ilmuwan dari Israel tentang kebangkitan Islam di Indonesia yang juga dipuji oleh AA. Bahwa ''kebangkitan Islam'' di Indonesia ditandai dengan peningkatan toleransi dan penerimaan yang kian meluas atas gagasan-gagasan dasar tentang pluralisme keagamaan.   Pendapat inilah yang sebenarnya merupakan racun pembunuh. Sebab, kebangkitan Islam dikaitkan dengan penyebaran paham pluralisme agama yang memang merupakan mesin pembunuh agama-agama, sebagaimana kita bahas beberapa kali dalam catatan ini. AA tidak membedakan antara pluralitas, yang mengakui keragaman, dengan pluralisme agama, yang merupakan paham tentang realitas. Paham pluralisme agama berupaya membentuk satu teologi baru yang berbeda dengan teologi agama-agama yang ada. Biasanya mereka sebut semacam universal theology of religion. Karena itu tidak berlebihan jika dikatakan, pluralisme agama sebenarnya merupakan jenis agama baru, yang menciptakan kitab suci dan nabi-nya sendiri.  

Tokoh paham ini adalah pendiri Islamic Studies di McGill University, Wilfred Cantwell Smith. Ia mengaku dirinya merupakan pendukung gagasan a universal theology of religion. Satu lagi, tokoh paham ini adalah John Hick. Jika ditelaah, perjalanan intelektual John Hick, akan tampak ia sampai pada paham ini setelah melakukan penghancuran secara mendasar terhadap teologi Kristen. John Hick, seorang profesor teologi Kristen, melakukan pembongkaran terhadap konsep dasar teologi Kristen melalui bukunya The Myth of God Incarnate (1977). Buku ini memuat tiga tema utama: (1) Yesus tidak pernah mengajarkan bahwa dia adalah inkarnasi Tuhan. (2) Adalah mustahil melacak perkembangan doktrin inkarnasi dalam Bible yang yang sebenarnya dirumuskan dalam Konsili Nicea dan Chalcedon. (3) Bahasa yang digunakan Bible dalam soal inkarnasi ketuhanan adalah bersifat metaforis, bukan literal. Buku Hick memunculkan kehebohan besar di kalangan kaum Kristen Berminggu-minggu media massa keagamaan mendikusikan masalah ini. Hick memang melakukan kritik tajam terhadap doktrin trinitas. Ia menyatakan, bahwa doktrin Trinitas bukanlah bagian dari ajaran Yesus tentang Tuhan. Yesus sendiri, katanya, mengajarkan Tuhan dalam persepsi monoteistik Yahudi ketika itu. (Lihat, Adnan Aslan, Religious Pluralism in Christian and Islamic Philosophy: The Thought of John Hick and Seyyed Hossein Nasr, (Richmond Surrey: Curzon Press, 1998).  

Paham Pluralisme Agama adalah produk sejarah perjalanan peradaban Barat yang traumatik terhadap teologi eksklusif Gereja, problema teologis Kristen, dan realitas teks Bible. Seyogyanya adopsi paham ini ke dalam Islam perlu dikaji dengan mendalam dan dibandingkan dengan cermat dengan sejarah, tradisi, konsep teologis Islam, dan realitas teks al-Quran. Masing-masing peradaban memiliki pandangan hidup (worldview) yang khas. Disamping WC Smith dan John Hick, sejarah perjalanan Kristen Barat juga telah melahirkan seorang filosof terkenal bernama Bertrand Russell yang menulis sebuah buku Why I am not A Christian (Mengapa Saya bukan Seorang kristen?) Ia menjelaskan dua hal: mengapa dia tidak percaya kepada Tuhan dan kepada keabadian (immortality). Kedua, mengapa dia tidak memandang bahwa Christ (Kristus) adalah manusia terbaik dan paling bijaksana. Bahkan Russell juga menjelaskan mengapa ia keluar dari Kristen, dengan menyatakan, bahwa agama Kristen, sebagaimana yang diatur dalam Gereja-gerejanya, merupakan musuh mendasar dari kemajuan moral di dunia. (I say quite deliberately that the Christian Religion, as organized in its Churches, has been and still is the principal enemy of moral progress in the world).  

Karena itu, adalah sangat memprihatinkan, jika penyebaran paham pluralisme agama dikatakan sebagai kebangkitan Islam, sebagaimana dikatakan Prof. Giora Eliraz, ilmuwan dari Israel tersebut. Lebih ajaib lagi, ada ilmuwan Muslim yang menelan begitu saja pendapat itu. Penyebaran paham pluralisme agama di kalangan kaum Muslim sama sekali tidak bisa dikatakan sebagai satu kebangkitan Islam, tetapi justru kebangkrutan Islam. Wallahu alam. (KL, 2 Desember 2004).

__oOo__

Copas dari group WA

HADIAH UNTUK PEGAWAI

copas dari group WA

Oleh: Dr.  Ahmad Zain An-Najah, MA
(Ketua Majlis Fatwa Dewan Dawah Islamiyah Indonesia)

Banyak orang kini mengenal istilah “gratifikasi”, yakni uang/barang yang diberikan kepada pegawai negeri di luar gaji resmi. Dalam undang-undang Negara, pegawai yang menerima gratifikasi dinyatakan bersalah dan dikatagorikan menerima suap,  kecuali kalau dilaporkan kepada lembaga KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Bagaimana pandangan Islam terhadap gratifikasi atau hadiah pegawai ini?
Di dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Penjelasan Pasal 12 B ayat (1)  gratifikasi didefinisikan sebagai pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang rabat (diskon), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.
 
Dalam pandangan Islam, hadiah untuk pegawai semacam itu memang juga diharamkan.

Dari Abu Humaid as-Sa'idi radhiyallahu 'anhu berkata : Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memperkerjakan seorang laki-laki dari suku al-Azdi yang bernama Ibnu Lutbiah sebagai pemungut zakat. Ketika datang dari tugasnya, dia berkata: "Ini untuk kalian sebagai zakat dan ini dihadiahkan untukku". Beliau bersabda : " Cobalah dia duduk saja di rumah ayahnya atau ibunya, dan menunggu apakah akan ada yang memberikan kepadanya hadiah? Dan demi Dzat yag jiwaku di tangan-Nya, tidak seorangpun yang mengambil sesuatu dari zakat ini, kecuali dia akan datang pada hari qiyamat dengan dipikulkan di atas lehernya berupa unta yang berteriak, atau sapi yang melembuh atau kambing yang mengembik". Kemudian beliau mengangkat tangan-nya,  sehingga terlihat oleh kami ketiak beliau yang putih dan (berkata,): "Ya Allah bukan kah aku sudah sampaikan, bukankah aku sudah sampaikan",  sebanyak tiga kali. (HR Bukhari dan Muslim).
       
Berkata Ibnu Abdul Barr dalam at-Tamhid,  2:9,  Hadis tersbeut menunjukkan bahwa uang yang diambilnya tersebut adalah ghulul ( barang curian dari harta rampasan perang) dan hukumnya haram, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa taala: (yang artinya): Barangsiapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu  (QS ali-Imran: 361).

Di dalam kitab Syarhu as-Sunnah, 3:313, Imam al-Baghawi menjelaskan bahwa hadis Abu Humaid as-Saidi itu menunjukkan bahwa hadiah pegawai, pejabat, dan para hakim adalah haram. Itu karena pemberian kepada pegawai (zakat)  tersebut, dimaksudkan agar dia tidak terlalu mempermasalahkan hal-hal yang mestinya menjadi kewajiban sang wajib zakat, dan bertujuan untuk mengurangi hak-hak orang-orang miskin. Adapun yang diberikan kepada para hakim, agar dia memihak kepadanya ketika dalam persidangan.“

Yang termasuk dalam larangan hadis tersebut, misalnya, seorang pegawai perusahaan telekomunikasi yang bertugas memperbaiki saluran atau kabel telepun yang terputus atau mengalami gangguan. Dia kemudian menerima atau meminta upah tambahan dari kerjanya dari para pelanggan, padahal, dia sudah mendapatkan gaji bulanan dari perusahaannya. Jika ia menghambil atau meminta upah lagi hal itu bisa merusak kerjanya, karena dia akan cenderung untuk mendahulukan para pelanggan yang memberikan kepadanya uang lebih, dan membiarkan pelanggan yang memberikan kepadanya uang sedikit atau yang tidak memberikannya sama sekali.

Haram juga, misalnya, seorang pegawai urusan haji yang ditugaskan untuk mengurusi penyewaan tempat tinggal atau asrama jamaah haji selama di Mekah dan Madinah, kemudian ia menyewa tempat tinggal yang lebih murah, dan menilep sisa anggaran. Akibatnya, jamaah haji banyak yang terpaksa tinggal di apartemen-apartemen yang tidak layak dan jauh dari Masjidil Haram. Dan contoh-contoh sejenis.
       
Jika seorang pegawai di dalam menjalankan tugasnya mendapatkan hadiah, hendaknya dilaporkan secara transparan kepada lembaga yang mengirimnya. Tergantung pada lembaga tersebut, apakah  akan mengijinkan untuk mengambil hadiah atau tidak. Sebagian ulama membolehkan untuk memberikan hadiah atau uang tambahan kepada pegawai bawahan yang miskin dan keadaannya sangat memprihatinkan, jika hal itu tidak mempengaruhi kerjanya dan tidak berdampak kepada instansi atau lembaga yang mengutusnya. Misalnya, dengan memberikan kepadanya sesuatu setelah selesai bekerja dan dia tidak lagi membutuhkan pegawai tersebut.

Menurut hemat penulis, sebaiknya dipisahkan antara pemberian hadiah karena pekerjaan dengan pemberian hadiah karena faktor lain, seperti ingin membantunya karena dia miskin atau karena dia sedang sakit dan membutuhkan uang. Walaupun demikian, sebaiknya jika seseorang ingin membantunya hendaknya memberikannya di waktu lain dan pada kesempatan yang berbeda, supaya menjadi lebih jelas bahwa dia memberikan hadiah itu semata-mata faktor kemanusiaan, bukan karena pekerjaannya. Itupun sebaiknya dihindari sebisa mungkin dan janganlah menjadi sebuah kebiasaan, demi menjaga diri dari sesuatu yang  diharamkan dalam Islam.  Wallahu Alam. (***)

Iklan Malam

00.45 WIB mata belum bisa terpejam. Coba main main HP aja. Lihat Group WA tiba tiba nemu iklan malem malem.

"[ TERAS FILM! ]

Anda lelaki muslim berwajah ceria 17-35 tahun?
Anda bisa sedikit berakting?
Anda bisa naik motor manual kopling?
Anda punya jenggot sedikti jenggot manis atau malah brewokan jantan?
Tinggi badan anda 158-175cm?
Anda luang senin pagi sampai selasa malam 23-24 maret 2015 besok ini?

SELAMAT!
Anda yang kami cari untuk jadi PEMERAN UTAMA mini klip profil Teras Dakwah.

Kirimkan data diri lengkap dan kontak yang bisa dihubungi beserta minimal 3 foto terbaru anda ke email : wicak1804@gmail.com dan konfirmasikan via SMS/WA ke 08995170112 atau PIN 29766743

-----

Film ini bernilai dakwah tanpa fee. JAdikan BC ini bernilai pahala bagi anda dengan meneruskan BC ini. Jazakumullaah Khoyron Katsiir...

[ MAU? ]"


Walau tanggalnya udah lewat tapi bikin ngakak sih. Ternyata kriteria Ikhwan Macho itu berjanggut atau brewokan dan bisa naik motor laki. Hahaha
Ternyata standar selebritis sudah masuk Dunia Ikhwan.

Awal Segala

Entahlah dari mana ku harus memulai. Lama memang keinginan untuk menulis. Tapi baru sekarang terwujud.

entahlah ilham dari mana yang merasuki pikiranku. Tiba-tiba saja terketik blogger.com.  Bismillah saja. Barangkali ada sedikit kata yang bisa kubagi.

بسم اللّه الرّحمن الرّحيم